Minggu, 19 Mei 2013
Tujuan Pernikahan Dalam Islam
1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia yang Asasi
Pernikahan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini adalah dengan ‘aqad nikah (melalui jenjang pernikahan), bukan dengan cara yang amat kotor dan menjijikkan, seperti cara-cara orang sekarang ini; dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.
2. Untuk Membentengi Akhlaq yang Luhur dan untuk Menundukkan Pandangan.
Sasaran utama dari disyari’atkannya pernikahan dalam Islam di antaranya adalah untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang dapat merendahkan dan merusak martabat manusia yang luhur. Islam memandang pernikahan dan pem-bentukan keluarga sebagai sarana efektif untuk me-melihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.
“Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk menikah, maka menikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa), karena shaum itu dapat membentengi dirinya.”[1]
3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami
Dalam Al-Qur-an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya thalaq (perceraian), jika suami isteri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla dalam ayat berikut:
الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ ۖ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ ۗ وَلَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَأْخُذُوا مِمَّا آتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئًا إِلَّا أَنْ يَخَافَا أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَعْتَدُوهَا ۚ وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Thalaq (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan dengan baik, atau melepaskan dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali keduanya (suami dan isteri) khawatir tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu (wali) khawatir bahwa keduanya tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh isteri) untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang zhalim.” [Al-Baqarah : 229]
Yakni, keduanya sudah tidak sanggup melaksanakan syari’at Allah ‘Azza wa Jalla. Dan dibenarkan rujuk (kembali nikah lagi) bila keduanya sanggup menegakkan batas-batas Allah ‘Azza wa Jalla. Sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al-Baqarah, lanjutan ayat di atas:
فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّىٰ تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ ۗ فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يَتَرَاجَعَا إِنْ ظَنَّا أَنْ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ ۗ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
“Kemudian jika dia (suami) menceraikannya (setelah thalaq yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya sebelum dia menikah dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (suami pertama dan bekas isteri) untuk menikah kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah ketentuan-ketentuan Allah yang diterangkan-Nya kepada orang-orang yang berpengetahuan.” [Al-Baqarah : 230]
Jadi, tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami isteri melaksanakan syari’at Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari’at Islam adalah wajib. Oleh karena itu, setiap muslim dan muslimah yang ingin membina rumah tangga yang Islami, maka ajaran Islam telah memberikan beberapa kriteria tentang calon pasangan yang ideal, yaitu harus kafa-ah dan shalihah.
A. Kafa-ah Menurut Konsep Islam
Pengaruh buruk materialisme telah banyak menimpa orang tua. Tidak sedikit orang tua, pada zaman sekarang ini, yang selalu menitikberatkan pada kriteria banyaknya harta, keseimbangan kedudukan, status sosial dan keturunan saja dalam memilih calon jodoh putera-puterinya. Masalah kufu' (sederajat, sepadan) hanya diukur berdasarkan materi dan harta saja. Sementara pertimbangan agama tidak mendapat perhatian yang serius.
Agama Islam sangat memperhatikan kafa-ah atau kesamaan, kesepadanan atau sederajat dalam hal per-nikahan. Dengan adanya kesamaan antara kedua suami isteri itu, maka usaha untuk mendirikan dan membina rumah tangga yang Islami -insya Allah- akan terwujud. Namun kafa-ah menurut Islam hanya diukur dengan kualitas iman dan taqwa serta akhlak seseorang, bukan diukur dengan status sosial, keturunan dan lain-lainnya. Allah ‘Azza wa Jalla memandang derajat seseorang sama, baik itu orang Arab maupun non Arab, miskin atau kaya. Tidak ada perbedaan derajat dari keduanya melainkan derajat taqwanya.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“
Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.” [Al-Hujuraat : 13]
Bagi mereka yang sekufu’, maka tidak ada halangan bagi keduanya untuk menikah satu sama lainnya. Wajib bagi para orang tua, pemuda dan pemudi yang masih berorientasi pada hal-hal yang sifatnya materialis dan mempertahankan adat istiadat untuk meninggalkannya dan kembali kepada Al-Qur-an dan Sunnah Nabi yang shahih, sesuai dengan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ ِلأَرْبَعٍِ: لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِيْنِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ.
“Seorang wanita dinikahi karena empat hal; karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka hendaklah kamu pilih wanita yang taat agamanya (ke-Islamannya), niscaya kamu akan beruntung.” [2]
Hadits ini menjelaskan bahwa pada umumnya seseorang menikahi wanita karena empat hal ini. Dan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan untuk memilih yang kuat agamanya, yakni memilih yang shalihah karena wanita shalihah adalah sebaik-baik perhiasan dunia, agar selamat dunia dan akhirat.
Namun, apabila ada seorang laki-laki yang memilih wanita yang cantik, atau memiliki harta yang melimpah, atau karena sebab lainnya, tetapi kurang agamanya, maka bolehkah laki-laki tersebut menikahinya? Para ulama membolehkannya dan pernikahannya tetap sah.
Allah menjelaskan dalam firman-Nya:
الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ ۖ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ
“Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji (pula). Sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula)...” [An-Nuur : 26]
b. Memilih Calon Isteri Yang Shalihah
Seorang laki-laki yang hendak menikah harus memilih wanita yang shalihah, demikian pula wanita harus memilih laki-laki yang shalih.
Menurut Al-Qur-an, wanita yang shalihah adalah:
فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ
“...Maka perempuan-perempuan yang shalihah adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka)...” [An-Nisaa' : 34]
Lafazh قَانِتَاتٌ dijelaskan oleh Qatadah, artinya wanita yang taat kepada Allah dan taat kepada suaminya.[3]
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اَلدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ.
“Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita yang shalihah.” [4]
Dalam hadits yang lain, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
خَيْرُ النِّسَاءِ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ إِلَيْهَا وَتُطِيْعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلاَ تُخَالِفُهُ فِيْ نَفْسِهَا وَلاَ مَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ.
“Sebaik-baik wanita adalah yang menyenangkan suami apabila ia melihatnya, mentaati apabila suami menyuruhnya, dan tidak menyelisihi atas diri dan hartanya dengan apa yang tidak disukai suaminya.” [5]
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
أَرْبَعٌ مِنَ السَّعَادَةِ: اَلْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، وَالْمَسْكَنُ الْوَاسِعُ، وَالْجَارُ الصَّالِحُ، وَالْمَرْكَبُ الْهَنِيْءُ، وَأَرْبَعٌ مِنَ الشَّقَاوَةِ: اَلْجَارُ السُّوْءُ، وَالْمَرْأَةُ السُّوْءُ، وَالْمَسْكَنُ الضَّيِّقُ، وَالْمَرْكَبُ السُّوْءُ.
“Empat hal yang merupakan kebahagiaan; isteri yang shalihah, tempat tinggal yang luas, tetangga yang baik, dan kendaraan yang nyaman. Dan empat hal yang merupakan kesengsaraan; tetangga yang jahat, isteri yang buruk, tempat tinggal yang sempit, dan kendaraan yang jelek.” [6]
Menurut Al-Qur-an dan As-Sunnah yang shahih, dan penjelasan para ulama bahwa di antara ciri-ciri wanita shalihah ialah :
1. Taat kepada Allah dan taat kepada Rasul-Nya,
2. Taat kepada suami dan menjaga kehormatannya di saat suami ada atau tidak ada serta menjaga harta suaminya,
3. Menjaga shalat yang lima waktu,
4. Melaksanakan puasa pada bulan Ramadhan,
5. Memakai jilbab yang menutup seluruh auratnya dan tidak untuk pamer kecantikan (tabarruj) seperti wanita Jahiliyyah. [7]
6. Berakhlak mulia,
7. Selalu menjaga lisannya,
8. Tidak berbincang-bincang dan berdua-duaan dengan laki-laki yang bukan mahramnya karena yang ke-tiganya adalah syaitan,
9. Tidak menerima tamu yang tidak disukai oleh suaminya,
10. Taat kepada kedua orang tua dalam kebaikan,
11. Berbuat baik kepada tetangganya sesuai dengan syari’at.
Apabila kriteria ini dipenuhi -insya Allah- rumah tangga yang Islami akan terwujud.
Sebagai tambahan, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan untuk memilih wanita yang subur (banyak keturunannya) dan penyayang agar dapat melahirkan generasi penerus ummat.
4. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah
Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk mengabdi dan beribadah hanya kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan berbuat baik kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi peribadahan dan amal shalih di samping ibadah dan amal-amal shalih yang lain, bahkan berhubungan suami isteri pun termasuk ibadah (sedekah).
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
...وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ، قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَيَأْتِي أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُوْنُ لَهُ فِيْهَا أَجْرٌ؟ قَالَ: أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِي حَرَامٍ، أَكَانَ عَلَيْهِ فِيْهَا وِزْرٌ؟ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِي الْحَلاَلِ كَانَ لَهُ أَجْرٌ.
“... Seseorang di antara kalian bersetubuh dengan isterinya adalah sedekah!” (Mendengar sabda Rasulullah, para Shahabat keheranan) lalu bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah salah seorang dari kita melampiaskan syahwatnya terhadap isterinya akan mendapat pahala?” Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Bagaimana menurut kalian jika ia (seorang suami) bersetubuh dengan selain isterinya, bukankah ia berdosa? Begitu pula jika ia bersetubuh dengan isterinya (di tempat yang halal), dia akan memperoleh pahala.” [8]
5. Untuk Memperoleh Keturunan Yang Shalih
Tujuan pernikahan di antaranya adalah untuk memperoleh keturunan yang shalih, untuk melestarikan dan mengembangkan bani Adam, sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla:
وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ بَنِينَ وَحَفَدَةً وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ ۚ أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَتِ اللَّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ
“Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau isteri) dari jenis kamu sendiri dan menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rizki dari yang baik. Mengapa mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?”
[An-Nahl : 72]
Yang terpenting lagi dalam pernikahan bukan hanya sekedar memperoleh anak, tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas, yaitu mencari anak yang shalih dan bertaqwa kepada Allah.
Sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla:
وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ
“...Dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu (yaitu anak).” [Al-Baqarah : 187]
Abu Hurairah, Ibnu ‘Abbas dan Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhum, juga Imam-Imam lain dari kalangan Tabi’in menafsirkan ayat di atas dengan anak.[9]
Maksudnya, bahwa Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan kita untuk memperoleh anak dengan cara ber-hubungan suami isteri dari apa yang telah Allah tetapkan untuk kita. Setiap orang selalu berdo’a agar diberikan keturunan yang shalih. Maka, jika ia telah dikarunai anak, sudah seharusnya jika ia mendidiknya dengan benar.
Tentunya keturunan yang shalih tidak akan diperoleh melainkan dengan pendidikan Islam yang benar. Hal ini mengingat banyaknya lembaga pendidikan yang berlabel Islam, tetapi isi dan caranya sangat jauh bahkan menyimpang dari nilai-nilai Islami yang luhur. Sehingga banyak kita temukan anak-anak kaum muslimin yang tidak memiliki akhlak mulia yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, disebabkan karena pendidikan dan pembinaan yang salah. Oleh karena itu, suami maupun isteri bertanggung jawab untuk mendidik, mengajar, dan mengarahkan anak-anaknya ke jalan yang benar, sesuai dengan agama Islam.
Tentang tujuan pernikahan, Islam juga memandang bahwa pembentukan keluarga itu sebagai salah satu jalan untuk merealisasikan tujuan-tujuan yang lebih besar yang meliputi berbagai aspek kemasyarakatan yang akan mempunyai pengaruh besar dan mendasar terhadap kaum muslimin dan eksistensi ummat Islam
[Disalin dari buku Bingkisan Istimewa Menuju Keluarga Sakinah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa Bogor - Jawa Barat, Cet Ke II Dzul Qa'dah 1427H/Desember 2006]
_______
Footnote
[1]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (I/424, 425, 432), al-Bukhari (no. 1905, 5065, 5066), Muslim (no. 1400), at-Tirmidzi (no. 1081), an-Nasa-i (VI/56, 57), ad-Darimi (II/132) dan al-Baihaqi (VII/ 77), dari Shahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu.
[2]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 5090), Muslim (no. 1466), Abu Dawud (no. 2047), an-Nasa-i (VI/68), Ibnu Majah (no. 1858), Ahmad (II/428), dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu.
[3]. Tafsiir Ibnu Jarir ath-Thabari (IV/62, no. 9320).
[4]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 1467), an-Nasa-i (VI/69), Ahmad (II/168), Ibnu Hibban (no. 4020 -at-Ta’liqaatul Hisaan) dan al-Baihaqi (VII/80) dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallaahu ‘anhuma.
[5]. Hadits hasan: Diriwayatkan oleh an-Nasa-i (VI/68), al-Hakim (II/161) dan Ahmad (II/251, 432, 438), dari Shahabat Abu Hurairah radhi-yallaahu ‘anhu. Lihat Silsilah ash-Shahiihah (no. 1838).
[6]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban (no. 4021 -at-Ta’liiqatul Hisaan ‘ala Shahiih Ibni Hibban) dari hadits Sa’ad bin Abi Waqqash secara marfu’. Lihat Silsilah ash-Shahiihah (no. 282).
[7]. Lihat surat Al-Ahzaab (33) ayat 33.
[8]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 1006), al-Bukhari dalam al-Adaabul Mufrad (no. 227), Ahmad (V/167, 168), Ibnu Hibban (no. 4155 -at-Ta’liiqatul Hisaan) dan al-Baihaqi (IV/188), dari Abu Dzarr radhiyallaahu ‘anhu.
[9]. Tafsiir Ibnu Katsir (I/236), cet. Darus Salam.
Jumat, 10 Mei 2013
Kitab Nikah
Kitab Nikah
1. Anjuran menikah bagi orang yang sudah berkeinginan serta memiliki nafkahnya dan anjuran bagi yang belum mampu untuk berpuasa
• Hadis riwayat Abdullah bin Mas`ud ra.:
Dari
Alqamah ia berkata: Aku sedang berjalan bersama Abdullah di Mina lalu
ia bertemu dengan Usman yang segera bangkit dan mengajaknya bicara.
Usman berkata kepada Abdullah: Wahai Abu Abdurrahman, inginkah kamu kami
kawinkan dengan seorang perempuan yang masih belia? Mungkin ia dapat
mengingatkan kembali masa lalumu yang indah. Abdullah menjawab: Kalau
kamu telah mengatakan seperti itu, maka Rasulullah saw. pun bersabda:
Wahai kaum pemuda! Barang siapa di antara kamu sekalian yang sudah mampu
memberi nafkah, maka hendaklah ia menikah, karena sesungguhnya menikah
itu lebih dapat menahan pandangan mata dan melindungi kemaluan (alat
kelamin). Dan barang siapa yang belum mampu, maka hendaklah ia berpuasa,
karena puasa itu dapat menjadi penawar bagi nafsu. (Shahih Muslim
No.2485)
• Hadis riwayat Anas ra.:
Bahwa
beberapa orang sahabat Nabi saw. bertanya secara diam-diam kepada
istri-istri Nabi saw. tentang amal ibadah beliau. Lalu di antara mereka
ada yang mengatakan: Aku tidak akan menikah dengan wanita. Yang lain
berkata: Aku tidak akan memakan daging. Dan yang lain lagi mengatakan:
Aku tidak akan tidur dengan alas. Mendengar itu, Nabi saw. memuji Allah
dan bersabda: Apa yang diinginkan orang-orang yang berkata begini,
begini! Padahal aku sendiri salat dan tidur, berpuasa dan berbuka serta
menikahi wanita! Barang siapa yang tidak menyukai sunahku, maka ia bukan
termasuk golonganku. (Shahih Muslim No.2487)
• Hadis riwayat Sa`ad bin Abu Waqqash ra., ia berkata:
Rasulullah saw.
melarang Usman bin Mazh`un hidup mengurung diri untuk beribadah dan
menjauhi wanita (istri) dan seandainya beliau mengizinkan, niscaya kami
akan mengebiri diri. (Shahih Muslim No.2488)
2.
Tentang nikah mut`ah bahwa ia pernah dibolehkan lalu dihapus, kemudian
dibolehkan kembali lalu dihapus lagi sampai hari kiamat
• Hadis riwayat Abdullah bin Mas`ud ra., ia berkata:
Kami
pergi berperang bersama Rasulullah saw. tanpa membawa istri lalu kami
bertanya: Bolehkah kami mengebiri diri? Beliau melarang kami melakukan
itu kemudian memberikan rukhsah untuk menikahi wanita dengan pakaian
sebagai mahar selama tempo waktu tertentu lalu Abdullah membacakan ayat:
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang
baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui
batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui
batas. (Shahih Muslim No.2493)
• Hadis riwayat Jabir bin Abdullah ra., ia berkata:
Seorang
yang akan memberikan pengumuman dari Rasulullah saw. keluar menghampiri
kami dan berkata: Sesungguhnya Rasulullah saw. sudah mengizinkan kamu
sekalian untuk menikahi kaum wanita secara mut`ah. (Shahih Muslim
No.2494)
• Hadis riwayat Ali bin Abu Thalib ra.:
Bahwa
Rasulullah saw. melarang untuk menikahi wanita secara mut`ah dan
memakan daging keledai piaraan ketika perang Khaibar. (Shahih Muslim
No.2510)
3. Pengharaman seorang wanita dan bibinya digabung dalam satu ikatan perkawinan
• Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
Rasulullah
saw. bersabda: Seorang wanita dan bibinya, dari pihak ayah atau ibu,
tidak boleh dihimpun dalam satu ikatan perkawinan. (Shahih Muslim
No.2514)
4. Seorang yang berihram haram menikah dan makruh melamar
• Hadis riwayat Ibnu Abbas ra.:
Bahwa
Nabi saw. menikah dengan Maimunah dalam keadaan berihram. Ibnu Numair
menambahkan: Aku menceritakan hal itu kepada Zuhri, lalu ia berkata:
Yazid bin Asham mengabarkan kepadaku bahwa beliau menikahinya dalam
keadaan halal. (Shahih Muslim No.2527)
5. Pengharaman melamar wanita yang sudah dilamar orang lain kecuali setelah diizinkan atau ditinggalkan
• Hadis riwayat Ibnu Umar ra.:
Dari
Nabi saw. beliau bersabda: Janganlah sebagian kamu menjual atas
penjualan orang lain dan janganlah sebagian kamu melamar atas lamaran
orang yang lain. (Shahih Muslim No.2530)
• Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
Bahwa
Nabi saw. melarang orang kota menjual kepada orang kampung atau
melarang mereka untuk saling memahalkan harga barang dengan maksud
menipu atau seorang melamar atas lamaran saudaranya yang lain, atau
menjual atas penjualan orang lain. Dan janganlah seorang wanita meminta
perceraian wanita lain untuk menguasai sendiri nafkahnya atau untuk
merusak kehidupan rumah tangganya. (Shahih Muslim No.2532)
6. Pengharaman dan ketidaksahan nikah syighar
• Hadis riwayat Ibnu Umar ra.:
Bahwa
Rasulullah saw. melarang nikah syighar. Dan nikah syighar ialah seorang
lelaki mengawinkan putrinya kepada orang lain dengan syarat orang itu
mengawinkannya dengan putrinya tanpa mahar antara keduanya. (Shahih
Muslim No.2537)
7. Tentang memenuhi syarat-syarat pernikahan
• Hadis riwayat Uqbah bin Amir ra., ia berkata:
Rasulullah
saw. bersabda: Sesungguhnya syarat yang paling berhak untuk dipenuhi
ialah syarat yang karenanya kamu menghalalkan kemaluan kaum wanita
(syarat nikah). (Shahih Muslim No.2542)
8. Tentang tanda izin nikah wanita janda ialah ucapan sedangkan gadis perawan ialah diam
• Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
Bahwa
Rasulullah saw. bersabda: Seorang wanita janda tidak boleh dinikahkan
sebelum dimintai pertimbangan dan seorang gadis perawan tidak boleh
dinikahkan sebelum dimintai persetujuan. Para sahabat bertanya: Ya
Rasulullah, bagaimana tanda setujunya? Rasulullah saw. menjawab: Bila ia
diam. (Shahih Muslim No.2543)
• Hadis riwayat Aisyah ra.:
Dari
Zakwan ia berkata: Aku mendengar Aisyah berkata: Aku bertanya kepada
Rasulullah saw. tentang seorang gadis perawan yang dinikahkan oleh
keluarganya, apakah ia harus dimintai persetujuan ataukah tidak? Beliau
menjawab: Ya, harus dimintai persetujuan! Lalu Aisyah berkata: Aku
katakan kepada beliau, perempuan itu merasa malu. Rasulullah saw.
bersabda: Itulah tanda setujunya bila ia diam. (Shahih Muslim No.2544)
9. Tentang seorang ayah yang menikahkan anak gadisnya yang masih kecil
• Hadis riwayat Aisyah ra., ia berkata:
Rasulullah
saw. menikahiku pada saat aku berusia enam tahun dan beliau menggauliku
saat berusia sembilan tahun. Aisyah ra. melanjutkan: Ketika kami tiba
di Madinah, aku terserang penyakit demam selama sebulan setelah itu
rambutku tumbuh lebat sepanjang pundak. Kemudian Ummu Ruman datang
menemuiku waktu aku sedang bermain ayunan bersama beberapa orang teman
perempuanku. Ia berteriak memanggilku, lalu aku mendatanginya sedangkan
aku tidak mengetahui apa yang diinginkan dariku. Kemudian ia segera
menarik tanganku dan dituntun sampai di muka pintu. Aku berkata: Huh..
huh.. hingga nafasku lega. Kemudian Ummu Ruman dan aku memasuki sebuah
rumah yang di sana telah banyak wanita Ansar. Mereka mengucapkan selamat
dan berkah dan atas nasib yang baik. Ummu Ruman menyerahkanku kepada
mereka sehingga mereka lalu memandikanku dan meriasku, dan tidak ada
yang membuatku terkejut kecuali ketika Rasulullah saw. datang dan mereka
meyerahkanku kepada beliau. (Shahih Muslim No.2547)
10.
Tentang mahar yang boleh berupa mengajarkan Alquran, cincin besi dan
sebagainya. Bagi orang yang tidak keberatan, sebaiknya mahar itu senilai
lima ratus dirham
• Hadis riwayat Sahal bin Sa`ad ra., ia berkata:
Seorang
wanita datang kepada Rasulullah saw. dan berkata: Wahai Rasulullah, aku
datang untuk menyerahkan diriku kepadamu. Lalu Rasulullah saw.
memandang perempuan itu dan menaikkan pandangan serta menurunkannya
kemudian beliau mengangguk-anggukkan kepala. Melihat Rasulullah saw.
tidak memutuskan apa-apa terhadapnya, perempuan itu lalu duduk. Sesaat
kemudian seorang sahabat beliau berdiri dan berkata: Wahai Rasulullah,
jika engkau tidak berkenan padanya, maka kawinkanlah aku dengannya.
Rasulullah saw. bertanya: Apakah kamu memiliki sesuatu? Sahabat itu
menjawab: Demi Allah, tidak wahai Rasulullah! Beliau berkata: Pulanglah
ke keluargamu dan lihatlah apakah kamu mendapatkan sesuatu? Maka
pulanglah sahabat itu, lalu kembali lagi dan berkata: Demi Allah aku
tidak mendapatkan sesuatu! Rasulullah saw. bersabda: Cari lagi walaupun
hanya sebuah cincin besi! Lalu sahabat itu pulang dan kembali lagi
seraya berkata: Demi Allah tidak ada wahai Rasulullah, walaupun sebuah
cincin dari besi kecuali kain sarung milikku ini! Sahal berkata: Dia
tidak mempunyai rida` (kain yang menutupi badan bagian atas). Berarti
wanita tadi hanya akan mendapatkan setengah dari kain sarungnya.
Rasulullah saw. bertanya: Apa yang dapat kamu perbuat dengan kain sarung
milikmu ini? Jika kamu memakainya, maka wanita itu tidak memakai
apa-apa. Demikian pula jika wanita itu memakainya, maka kamu tidak akan
memakai apa-apa. Lelaki itu lalu duduk agak lama dan berdiri lagi
sehingga terlihatlah oleh Rasulullah ia akan berpaling pergi. Rasulullah
memerintahkan untuk dipanggil, lalu ketika ia datang beliau bertanya:
Apakah kamu bisa membaca Alquran? Sahabat itu menjawab: Saya bisa
membaca surat ini dan surat ini sambil menyebutkannya satu-persatu.
Rasulullah bertanya lagi: Apakah kamu menghafalnya? Sahabat itu
menjawab: Ya. Lalu Rasulullah saw. bersabda: Pergilah, wanita itu telah
menjadi istrimu dengan mahar mengajarkan surat Alquran yang kamu hafal.
(Shahih Muslim No.2554)
• Hadis riwayat Anas bin Malik ra.:
Bahwa
Nabi saw. melihat warna bekas wangian pengantin di tubuh Abdurrahman
bin Auf, lalu beliau bertanya: Apakah ini? Abdurrahman menjawab: Wahai
Rasulullah, sesungguhnya aku baru saja menikahi seorang wanita dengan
mahar seharga lima dirham emas. Rasulullah saw. lalu bersabda: Semoga
Allah memberkahimu dan rayakanlah walaupun dengan seekor kambing.
(Shahih Muslim No.2556)
11. Keutamaan memerdekakan seorang budak perempuan kemudian menikahinya
• Hadis riwayat Anas bin Malik ra., ia berkata:
Aku
menghadiri pesta perkawinan Zainab, di mana Rasulullah saw. membuat
orang-orang merasa kenyang memakan roti dan daging dan beliau juga
mengutusku untuk mengundang orang-orang. Setelah acara walimah selesai,
beliau berdiri dan beranjak dari tempatnya, dan aku mengikutinya. Pada
saat itu masih ada dua orang tamu laki-laki yang belum keluar karena
mereka masih asyik berbicara. Nabi saw. lalu melewati beberapa istrinya
yang lain. Beliau mengucapkan salam kepada mereka masing-masing lalu
bertanya: Bagaimana keadaan kalian semua, wahai anggota keluarga? Mereka
menjawab: Baik, wahai Rasulullah. Mereka balik bertanya: Bagaimana
dengan keadaan keluargamu? Beliau menjawab: Baik. Setelah selesai beliau
kembali dan aku pun ikut kembali. Sesampai di pintu, dua orang tamu
laki-laki yang masih asyik berbicara tadi masih ada, namun begitu
melihat Nabi saw. kembali mereka cepat-cepat berdiri dan terus keluar.
Demi Allah, aku tidak tahu apakah aku yang telah memberitahukan beliau
bahwa mereka telah keluar atau wahyu telah turun kepadanya. Sementara
aku terus saja mengikuti beliau. Namun begitu kakinya menginjak ambang
pintu, segera saja beliau menurunkan kain tirai sehingga aku terhalang
dari beliau. Lalu Allah menurunkan ayat berikut ini: Janganlah kamu
memasuki rumah Nabi kecuali kamu sudah mendapatkan izinnya. (Shahih
Muslim No.2565)
12. Perintah Memenuhi Undangan Jika Diundang
• Hadis riwayat Ibnu Umar ra., ia berkata:
Rasulullah
saw. bersabda: Apabila seorang di antara kamu diundang untuk menghadiri
pesta perkawinan, maka hendaklah ia menghadirinya. (Shahih Muslim
No.2574)
• Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
Seburuk-buruk
makanan ialah makanan walimah di mana yang diundang hanyalah
orang-orang kaya saja sementara orang-orang yang miskin tidak diundang.
Dan barang siapa yang tidak memenuhi undangan, maka berarti ia telah
berbuat durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya. (Shahih Muslim No.2585)
13.
Tidak halal seseorang menikahi kembali bekas istrinya yang sudah
dicerai tiga, sebelum ia dinikahi dan digauli oleh suami barunya
kemudian diceraikannya dan sudah habis masa idahnya
• Hadis riwayat Aisyah ra., ia berkata:
Suatu
hari istri Rifa`ah datang menghadap Nabi saw. dan berkata: Aku pernah
menjadi istri Rifa`ah, tetapi ia telah menceraikan aku tiga kali.
Kemudian aku menikah dengan Abdurrahman bin Zubair, namun ia memiliki
semacam penyakit lemah syahwat. Mendengar penuturan wanita itu
Rasulullah saw. tersenyum. Beliau kemudian bertanya: Jadi kamu ingin
kembali kepada Rifa`ah? Itu tidak bisa, sebelum kamu mereguk madu
Abdurrahman dan ia mereguk madumu. Aisyah berkata: Pada saat itu, Abu
Bakar sedang berada di sisi Rasulullah saw. sedangkan Khalid berada di
depan pintu menunggu untuk diizinkan masuk. Rasulullah saw. bersabda:
Hai Abu Bakar, tidakkah kamu dengar apa yang ditegaskan oleh wanita tadi
di hadapan Rasulullah saw.. (Shahih Muslim No.2587)
14. Bacaan yang disunahkan waktu menggauli istri
• Hadis riwayat Ibnu Abbas ra., ia berkata:
Rasulullah
saw. bersabda: Apabila salah seorang mereka akan menggauli istrinya,
hendaklah ia membaca: "Bismillah. Ya Allah, jauhkanlah kami dari setan
dan jauhkanlah setan dari apa yang Engkau karuniakan kepada kami". Sebab
jika ditakdirkan hubungan antara mereka berdua tersebut membuahkan
anak, maka setan tidak akan membahayakan anak itu selamanya. (Shahih
Muslim No.2591)
15. Boleh mengggauli istri pada kemaluannya lewat depan atau belakang asal tidak merusak dubur
• Hadis riwayat Jabir ra., ia berkata:
Orang-orang
Yahudi biasa mengatakan bila seorang lelaki menggauli istrinya pada
kubulnya (liang kemaluan) dari belakang, maka anak yang terlahir akan
juling matanya. Lalu turunlah ayat: Istri-istrimu adalah (seperti) tanah
tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat
bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. (Shahih Muslim
No.2592)
16. Seorang istri haram menolak ajakan suaminya di atas tempat tidur
• Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
Bahwa
Nabi saw. bersabda: Apabila seorang istri bermalam meninggalkan atau
menjauhi tempat tidur suaminya maka malaikat akan melaknatinya sampai
pagi. (Shahih Muslim No.2594)
17. Hukum mengeluarkan mani (sperma) di luar vagina
• Hadis riwayat Abu Said Al-Khudri ra., ia berkata:
Kami
berperang bersama Rasulullah saw. melawan Bani Musthaliq lalu kami
berhasil menawan beberapa wanita Arab yang cantik. Kami sudah lama tidak
berhubungan dengan istri, maka kami ingin sekali menebus mereka
sehingga kami dapat menikahi mereka secara mut`ah dan melakukan `azal
(mengeluarkan sperma di luar kemaluan istri untuk menghindari
kehamilan). Kami berkata: Kami melakukan demikian sedang Rasulullah
berada di tengah-tengah kami tanpa kami tanyakan tentang hal tersebut.
Lalu kami tanyakan juga kepada beliau dan beliau bersabda: Tidak apa-apa
walaupun tidak kamu lakukan karena tidak ada satu jiwa pun yang telah
Allah tentukan untuk tercipta sampai hari kiamat kecuali pasti akan
terjadi. (Shahih Muslim No.2599)
• Hadis riwayat Jabir ra., ia berkata:
Kami
tetap melakukan `azal di saat Alquran masih turun. Ishaq menambahkan:
Sufyan berkata: Kalau ada sesuatu yang terlarang pasti Alquran telah
melarang hal tersebut. (Shahih Muslim No.2608)
Struktur Kurikulum 2013
Dalam teori kurikulum (Anita Lie, 2012) keberhasilan suatu kurikulum merupakan proses panjang, mulai dari kristalisasi berbagai gagasan dan konsep ideal tentang pendidikan, perumusan desain kurikulum, persiapan pendidik dan tenaga kependidikan, serta sarana dan prasarana, tata kelola pelaksanaan kurikulum --termasuk pembelajaran-- dan penilaian pembelajaran dan kurikulum.
Struktur kurikulum dalam hal perumusan desain kurikulum, menjadi amat penting. Karena begitu struktur yang disiapkan tidak mengarah sekaligus menopang pada apa yang ingin dicapai dalam kurikulum, maka bisa dipastikan implementasinya pun akan kedodoran.
Pada titik inilah, maka penyampaian struktur kurikulum dalam uji publik ini menjadi penting. Tabel 1 menunjukkan dasar pemikiran perancangan struktur kurikulum SD, minimal ada sebelas item. Sementara dalam rancangan struktur kurikulum SD ada tiga alternatif yang di mesti kita berikan masukan.
Di jenjang SMP usulan rancangan struktur kurikulum diperlihatkan pada
tabel 2. Bagaimana dengan jenjang SMA/SMK? Bisa diturunkan dari standar
kompetensi lulusan (SKL) yang sudah ditentukan, dan juga perlu
diberikan masukan. Tiga Persiapan untuk Implementasi Kurikulum 2013 ADA pertanyaan yang muncul bernada khawatir, dalam uji publik kurikulum 2013? Persiapan apa yang dilakukan Kemdikbud untuk kurikulum 2013? Apakah sedemikian mendesaknya, sehingga tahun pelajaran 2013 mendatang, kurikulum itu sudah harus diterapkan. Menjawab kekhawatiran itu, sedikitnya ada tiga persiapan yang sudah masuk agenda Kementerian untuk implementasi kurikulum 2013. Pertama, berkait dengan buku pegangan dan buku murid. Ini penting, jika kurikulum mengalami perbaikan, sementara bukunya tetap, maka bisa jadi kurikulum hanya sebagai “macan kertas”. Pemerintah bertekad untuk menyiapkan buku induk untuk pegangan guru dan murid, yang tentu saja dua buku itu berbeda konten satu dengan lainnya. Kedua, pelatihan guru. Karena implementasi kurikulum dilakukan secara bertahap, maka pelatihan kepada guru pun dilakukan bertahap. Jika implementasi dimulai untuk kelas satu, empat di jenjang SD dan kelas tujuh, di SMP, serta kelas sepuluh di SMA/SMK, tentu guru yang diikutkan dalam pelatihan pun, berkisar antara 400 sampai 500 ribuan. Ketiga, tata kelola. Kementerian sudah pula mnemikirkan terhadap tata kelola di tingkat satuan pendidikan. Karena tata kelola dengan kurikulum 2013 pun akan berubah. Sebagai misal, administrasi buku raport. Tentu karena empat standar dalam kurikulum 2013 mengalami perubahan, maka buku raport pun harus berubah. Intinya jangan sekali-kali persoalan implementasi kurikulum dihadapkan pada stigma persoalan yang kemungkinan akan menjerat kita untuk tidak mau melakukan perubahan. Padahal kita sepakat, perubahan itu sesuatu yang niscaya harus dihadapi mana kala kita ingin terus maju dan berkembang. Bukankah melalui perubahan kurikulum ini sesungguhnya kita ingin membeli masa depan anak didik kita dengan harga sekarang. |
Rabu, 08 Mei 2013
jenis-jenis metode penelitian
Penelitian pada dasarnya
merupakan suatu pencarian (inquiry),
menghimpun data, mengadakan pengukuran, analisis, sintesis, membandingkan,
mencari hubungan, menafsirkan hal-hal yang bersifat teka-teki.
Banyak jenis pencarian yang
dapat dilakukan, berdasarkan pendekatannya dibedakan antara pendekatan
kuantitatif dan kualitatif, berdasarkan sifatnya dibedakan antara penelitian
dasar, terapan dan evaluatif, sedangkan berdasarkan fungsinya dibedakan antara
penelitian deskriptif, prediktif, improftif.
Kegiatan pencarian ini bisa
juga dibedakan berdasarkan cara atau metode pencariannya (mode of inquiry) atau metode penelitian. Metode penelitian
merupakan rangkaian cara atau kegiatan pelaksanaan penelitian yang didasari
oleh asumsi-asumsi dasar, pandangan-pandangan filosofis dan ideologis,
pertanyaan dan isu-isu yang dihadapi. Beberapa peneliti menyebutnya sebagai
tradisi penelitian (research traditions).
Suatu metode penelitian
memiliki rancangan penelitian (research
design) tertentu. Rancangan ini menggambarkan prosedur atau langkah-langkah
yang harus ditempuh, waktu penelitian, sumber data dan dengan cara bagaimana
data tersebut dihimpun dan diolah.
Tujuan rancangan penelitian
adalah melalui penggunaan metode penelitian yang tepat, dirancang kegiatan yang
dapat memberikan jawaban yang diteliti terhadap pertanyaan-pertanyaan
penelitian. Banyak metode penelitian atau model rancangan penelitian yang biasa
digunakan dalam penelitian bidang sosial dan pendidikan.
McMillan dan Schumacher
(2001) memulai dengan membedakannya antara pendekatan kuantitatif dan
kualitatif. Dalam pendekatan kuantitatif dibedakan pula antara metode-metode
penelitian eksperimental dan noneksperimental.
Sedangkan dalam penelitian
kualitatif dibedakan antara kualitatif interaktif dengan noninteraktif. Secara
lengkap pengelompokkan metode dan pendekatan tersebut dapat dilihat pada tabel
1 berikut.
Sumber:
Nana Syaodih Sukmadinata.
2009. Metode Penelitian Pendidikan.
Bandung: Rosdakarya.
Senin, 29 April 2013
Soal pengantar akuntansi dan komputer akuntansi
1) Selesaikan
transaksi-transaksi berikut ini !
a. 5
Januari membayar hutang dagang kepada Toko Oli “Ria” sebesar Rp. 200.000,-
b.
5 Januari menerima uang sebesar Rp.
500.000,- dari kasir untuk setoran penerimaan jasa bengkel hari ini
c.
8 Januari menerima uang Rp. 150.000,- dari
Bapak Andi atas reparasi motornya
d.
15 Januari membayar tagihan sewa tempat bulan Januari Rp. 170.000,-
e.
20 Januari membeli seperangkat peralatan
bengkel seharga Rp. 2.000.000,- yang mana Rp. 500.000,- sudah dibayar tunai dan
sisanya akan dibayar bulan depan
f.
25 Januari membayar gaji karyawan sebesar
Rp. 420.000,- dan membayar tagihan biaya listrik Rp. 60.000,- dan tagihan air
Rp. 40.000,-
g.
28 Januari keluarga Ria meminta uang
sebesar Rp. 200.000,- untuk keperluan pribadi
Informasi
keuangan yang diperoleh pada awal Januari 2009 :
-
Kas Rp.
6.000.000,- - Peralatan Rp. 1.000.000,-
-
Modal Rp.
7.000.000,- - Perlengkapan Rp.
200.000,-
-
Hutang dagang Rp.
200.000,-
Dari
informasi transaksi-transaksi di atas, susunlah :
a. Persamaan
akuntansi menurut posisi keuangan tanggal 1 Januari 2009
b. Jumlahkan
data dari persamaan akuntansi (a) dengan
fungsi Microsoft Excel
c. Laporan
laba/rugi, dan
d. Perubahan
modal
JURNAL PEMBELIAN DAN JURNAL PENGELUARAN KAS
JURNAL PEMBELIAN DAN JURNAL PENGELUARAN KAS
Setelah mempelajari modul ini, Anda diharapkan dapat :
1. menjelaskan definisi jurnal khusus;
2. membedakan antara jurnal khusus dan jurnal umum :
3. membedakan fungsi jurnal pembelian dan jurnal pengeluaran kas;
4. mencatat transaksi keuangan ke dalam jurnal pembelian dari perusahaan dagang; dan
5. mencatat transaksi keuangan ke dalam jurnal pengeluaran kas dari perusahaan dagang.
Saya yakin Anda pasti tahu apa perbedaan antara perusahaan besar dan perusahaan kecil, bukan?
Jika Anda belum memahaminya, coba Anda amati dan pelajari perbedaan keduanya baik melalui media massa, buku-buku pelajaran SLTP maupun media elektronik. Disana pasti ada jawabannya. Nah, perlu Anda ketahui bahwa setiap perusahaan baik besar maupun kecil selalu melakukan kegiatan transaksi keuangan. Akan tetapi, transaksi yang terjadi pada masing-masing perusahaan memiliki jumlah dan jenis yang berbeda-beda. Pada perusahaan kecil, transaksi keuangan yang terjadi relatif lebih kecil, baik dalam jumlah maupun dalam jenisnya. Sebaliknya pada perusahaan
besar tentunya terjadi transaksi keuangan yang relatif lebih banyak. Oleh karena itu dalam perusahaan kecil dimungkinkan dalam pencatatan transaksi-transaksinya dengan menggunakan satu macam buku harian saja yang dinamakan Jurnal Umum.
Sebaliknya, dalam perusahaan besar dimungkinkan untuk menggunakan jurnal tertentu yang disebut Jurnal Khusus. Penggunaan jurnal ini dapat menghemat waktu, mempermudah pembagian pekerjaan, memudahkan pemindahbukuan (posting), serta menghemat biaya.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini perbedaan antara jurnal umum dan jurnal khusus :
Tabel 1 : Perbedaan antara jurnal umum dan jurnal khusus
Jurnal umum Jurnal khusus
1. Bentuk: 1. Bentuk:
- Terdiri dari 2 lajur - Terdiri dari banyak lajur
2. Pemindahbukuan ke Buku Besar: 2. Pemindahbukuan ke Buku Besar
(Posting): (Posting):
- dilakukan setiap terjadi transaksi - dilakukan secara kolektif dan berkala
3. Pencatatan: 3. Pencatatan:
- semua jenis transaksi harus - hanya mencatat transaksi-transaksi
dicatat dan secara kronologis yang sejenis dan sering terjadi saja.
4. Pelaku (Pencatat): 4. Pelaku (Pencatat):
- Dapat dilakukan oleh satu orang - Dapat dilakukanoleh beberapa orang
5. Penggunaan jurnal umum: 5. Penggunaan jurnal khusus:
- Hanya pada perusahaan jasa dan - Hanya pada perusahaan besar dan perusahaan dagang kecil yang perusahaan dagang besar transaksinya sedikit. yang transaksinya banyak.
Setelah mempelajari modul ini, Anda diharapkan dapat :
1. menjelaskan definisi jurnal khusus;
2. membedakan antara jurnal khusus dan jurnal umum :
3. membedakan fungsi jurnal pembelian dan jurnal pengeluaran kas;
4. mencatat transaksi keuangan ke dalam jurnal pembelian dari perusahaan dagang; dan
5. mencatat transaksi keuangan ke dalam jurnal pengeluaran kas dari perusahaan dagang.
Saya yakin Anda pasti tahu apa perbedaan antara perusahaan besar dan perusahaan kecil, bukan?
Jika Anda belum memahaminya, coba Anda amati dan pelajari perbedaan keduanya baik melalui media massa, buku-buku pelajaran SLTP maupun media elektronik. Disana pasti ada jawabannya. Nah, perlu Anda ketahui bahwa setiap perusahaan baik besar maupun kecil selalu melakukan kegiatan transaksi keuangan. Akan tetapi, transaksi yang terjadi pada masing-masing perusahaan memiliki jumlah dan jenis yang berbeda-beda. Pada perusahaan kecil, transaksi keuangan yang terjadi relatif lebih kecil, baik dalam jumlah maupun dalam jenisnya. Sebaliknya pada perusahaan
besar tentunya terjadi transaksi keuangan yang relatif lebih banyak. Oleh karena itu dalam perusahaan kecil dimungkinkan dalam pencatatan transaksi-transaksinya dengan menggunakan satu macam buku harian saja yang dinamakan Jurnal Umum.
Sebaliknya, dalam perusahaan besar dimungkinkan untuk menggunakan jurnal tertentu yang disebut Jurnal Khusus. Penggunaan jurnal ini dapat menghemat waktu, mempermudah pembagian pekerjaan, memudahkan pemindahbukuan (posting), serta menghemat biaya.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini perbedaan antara jurnal umum dan jurnal khusus :
Tabel 1 : Perbedaan antara jurnal umum dan jurnal khusus
Jurnal umum Jurnal khusus
1. Bentuk: 1. Bentuk:
- Terdiri dari 2 lajur - Terdiri dari banyak lajur
2. Pemindahbukuan ke Buku Besar: 2. Pemindahbukuan ke Buku Besar
(Posting): (Posting):
- dilakukan setiap terjadi transaksi - dilakukan secara kolektif dan berkala
3. Pencatatan: 3. Pencatatan:
- semua jenis transaksi harus - hanya mencatat transaksi-transaksi
dicatat dan secara kronologis yang sejenis dan sering terjadi saja.
4. Pelaku (Pencatat): 4. Pelaku (Pencatat):
- Dapat dilakukan oleh satu orang - Dapat dilakukanoleh beberapa orang
5. Penggunaan jurnal umum: 5. Penggunaan jurnal khusus:
- Hanya pada perusahaan jasa dan - Hanya pada perusahaan besar dan perusahaan dagang kecil yang perusahaan dagang besar transaksinya sedikit. yang transaksinya banyak.
Langganan:
Postingan (Atom)